MERANGKUM WISATA ALAM, PETUALANGAN, BUDAYA, DAN ARKEOLOGI
DI KAWASAN TAWANGMANGU DAN CANDI SUKUH
DI KAWASAN TAWANGMANGU DAN CANDI SUKUH
Bila kita mengamati perilaku masyarakat yang berkaitan dengan upaya-upaya mengisi waktu luang, khususnya yang bersifat rekreatif, kita akan menjumpai fenomena yang menarik. Masyarakat kita, di satu sisi, tengah mengalami kondisi yang serba sulit karena krisis multidimensi khususnya ekonomi, sedangkan di sisi yang lain kita melihat tempat-tempat wisata atau rekreasi tetap ramai dikunjungi orang. Berkaitan dengan faktor biaya yang mestinya lebih dituntut untuk memenuhi hampir semua kebutuhan hidup yang sifatnya primer, terdapat fenomena yang menunjukkan bahwa sesederhana apa pun bentuk kebutuhan rohani yang sifatnya sekunder -dalam hal ini rekreasi-, orang-orang tetap berusaha untuk memenuhinya. Rupa-rupanya masih ada kesadaran sebagian masya- rakat kita untuk meringankan beban yang muncul selama berusaha, bekerja, memenuhi tuntutan hidup yang makin berat, dengan cara yang positif.
Fenomena di atas melatarbelakangi pembuatan tulisan ini, yang bertujuan menyampaikan suatu alternatif bagi masyarakat umum yang ingin berekreasi dengan biaya yang terjangkau dan hasilnya memuaskan. Alternatif yang dimaksud berbentuk suatu aktifitas wisata yang merangkum beberapa komponen sekaligus, yaitu wisata alam, petualangan, budaya, dan arkeologis. Nama Taman Rekreasi Tawangmangu, Bumi Perkemahan Kalisoro, Lawu Camping Ground, dan Candi Sukuh di wilayah Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, bisa jadi telah banyak dikenal dan dikunjungi oleh masyarakat umum. Namun, sudah umumkah jika masyarakat melakukan suatu aktifitas wisata yang merangkum keempat destinasi itu sekaligus ? Perlu diketahui bahwa keempat objek tersebut terletak di kawasan lereng Gunung Lawu yang berbukit-bukit, dengan vegetasi yang variatif, relief, dan topografi, serta unsur-unsur alam lainnya yang sangat menarik. Bentuk aktifitas wisata yang dapat dilakukan pun dapat variatif. Selain itu, antara satu objek dengan objek lainnya dapat dijangkau dengan jarak dan waktu tempuh yang relatif dekat dan singkat, sehingga sangat mendukung upaya maksimalisasi kunjungan wisata.
1. Taman Wisata Tawangmangu
Objek rekreatif yang dapat kita jumpai di Taman Wisata Tawangmangu antara lain berbentuk air terjun dan taman rekreasi yang tidak hanya menarik bagi orang dewasa, melainkan juga bagi anak- anak. Potensi itu masih ditambah dengan udara yang sejuk, sehingga menjadikan taman wisata ini sebagai tempat yang bernuansa tenang, tetapi penuh dinamika yang sifatnya natural. Terlebih lagi dengan adanya kera-kera liar yang seringkali bertengger di pohon-pohon dan semak sepanjang tangga menuju air terjun Grojogan Sewu, sangatlah alami dan menghibur. Bagi penikmat wisata kuliner, di tempat ini, dan di kawasan Tawangmangu pada umumnya, dapat menikmati sajian khas, yaitu sate kelinci yang dijajakan di warung-warung atau ada pula yang dijajakan dengan pikulan.
2. Bumi Perkemahan Kalisoro (Sekipan) dan Lawu Camping Ground
Terdapat dua pilihan bagi wisatawan yang ingin melewatkan hari-harinya di kawasan Tawangmangu. Pilihan pertama, yaitu menginap di penginapan, sedangkan pilihan kedua adalah berkemah (camping) di alam terbuka yang tentu sangat menarik bagi wisatawan yang berjiwa petualang. Ada dua pilihan pula yang telah dikenal sebagai tempat berkemah, yaitu Bumi Perkemahan (Buper) Kalisoro (Sekipan) dan Lawu Camping Ground. Perbedaan dari kedua tempat itu terletak pada lokasi, lingkungan, dan pengelolaannya.
Buper Kalisoro terletak lebih kurang 1,5 km di sebelah timur Taman Rekreasi Tawangmangu, letaknya relatif lebih terpencil karena terdapat jarak dengan jalan besar Tawangmangu- Sarangan. Buper Kalisoro terletak di antara dua bukit, permukaan tanahnya relatif rata, sehingga memungkinkan untuk dijadikan tempat mendirikan tenda berukuran besar, misalnya tenda peleton. Keterpencilan tempat ini dapat dijadikan pilihan bagi para pecinta alam yang memang mendambakan suasana alami yang jauh dari kesibukan rutin dan lalu-lalang masyarakat sekitar. Buper Kalisoro dikelola oleh Perum Perhutani setempat dan kebutuhan-kebutuhan tertentu dapat dikonsultasikan atau bahkan dibantu penyediaannya oleh mandor hutan yang ditugaskan di sana. Fasilitas yang tersedia adalah bangunan musholla sederhana, tempat MCK, sumber air, dan arena api unggun, meskipun demikian keberadaan fasilitas-fasilitas tersebut tidak akan banyak mengurangi kesan alami Buper Kalisoro.
Satu lagi nilai tambah dari Buper Kalisoro, yaitu terdapat jalan tanah di salah satu bukit yang mengapitnya, untuk menuju ke pemukiman penduduk di sisi lain bukit itu. Aktifitas menyusuri jalan tanah tersebut terasa sangat mengasyikkan, dapat ditempuh dalam waktu dua jam dengan berjalan kaki, dan melewati perjalanan yang medannya bervariasi, naik-turun di tengah hutan pinus yang bernuansa segar. Jika telah mencapai pemukiman penduduk yang dimaksud, kita pun dapat sejenak berwisata arkeologis, budaya, dan sejarah. Hal itu dikarenakan keberadaan benda-benda cagar budaya di Situs Menggung yang terletak di tengah-tengah pemukiman penduduk. Benda-benda yang dapat kita temukan di Situs Menggung berupa arca-arca yang bentuknya unik, sangat berbeda dengan yang umumnya terdapat di objek-objek monumental semacam Candi Prambanan atau Candi Borobudur.
Lokasi perkemahan selain Buper Kalisoro adalah Lawu Camping Ground yang letaknya lebih dekat dengan jalan besar Tawangmangu-Sarangan. Bumi perkemahan ini telah dikelola relatif secara lebih profesional. Kelebihan yang terdapat di Lawu Camping Ground meliputi panorama lembah di sekitarnya yang sangat indah, dan ketersediaan sarana permainan untuk anak-anak, misalnya ayunan dan trampolin.
3. Jalan yang Menghubungkan Taman Rekreasi Tawangmangu - Bumi Perkemahan Kalisoro atau Lawu Camping Ground - Candi Sukuh
Inilah yang menjadi ciri khas dan nilai tambah dari wisata alternatif yang akan disampaikan. Dalam hal ini, kita dapat mengunjungi dan menikmati objek-objek wisata yang telah disebutkan di atas, dengan satu rute perjalanan yang menantang dan sensasional. Perjalanan hanya dapat dilakukan dengan berjalan kaki karena jalan yang akan dilalui masih berupa jalan-jalan desa atau jalan setapak. Manfaat yang dapat diperolah dari perjalanan ini adalah manfaat kesehatan yang ditimbulkan dari aktifitas perjalanan di tengah udara pegunungan yang bersih dan sejuk, sensasi bertualang, dan panorama alam yang bervariasi.
Dalam perjalanan yang sebaiknya dimulai dari Buper Kalisoro, Taman Rekreasi Tawangmangu, atau Lawu Camping Ground ini, kita akan melalui jalan aspal, jalan tanah atau setapak, jalan batu, pematang, sungai kecil, air terjun di kejauhan, dan jembatan sederhana. Kondisi jalan yang naik-turun, dari yang rata hingga terjal, dapat kita temui dan dijamin dapat memberikan sensasi dan kebanggaan tersendiri bila berhasil dilalui.
Berbagai jenis penggunaan lahan di sepanjang perjalanan pun mampu menyuguhkan atraksi yang mengesankan : hutan pinus, lembah yang terhampar dan ditumbuhi rumput, dan ladang yang dikelola oleh penduduk lokal, serta beberapa jalan batu yang sangat asri dengan tanaman mawar beraneka warna di kanan-kirinya. Sesekali kita dapat mencuci tangan dengan air segar yang mengalir dari parit-parit kecil sekedar untuk menghilangkan lelah. Sapaan ramah dan tegur sapa dari penduduk lokal yang sedang menggarap ladang atau yang sedang mencari kayu, merupakan "bonus" dari perjalanan ini pula. Dalam perjalanan yang berakhir di Candi Sukuh, kita akan tiba terlebih dulu di suatu lapangan rumput yang cukup luas yang dapat pula digunakan untuk berkemah, yaitu Telaga Madirda. Lapangan ini disebut telaga karena konon dahulu memang pernah berbentuk telaga.
Rute perjalanan dari Tawangmangu maupun dari kedua bumi perkemahan menuju Candi Sukuh sepertinya tidak perlu dipetakan secara detil karena di sepanjang perjalanan kita dapat mengandalkan keterangan dari penduduk lokal yang kita temui. Berdasarkan pengalaman tiga kali menjalani rute ini dengan lokasi start yang berbeda-beda, penulis bersama kelompok kecil maupun besar, dapat mencapai tujuan dengan mengandalkan sedikit pengetahuan tentang orientasi arah perjalanan dan keterangan dari penduduk lokal. Justru inilah salah satu sisi yang menarik dari perjalanan karena di samping adanya unsur petualangan, kita juga terkondisi untuk mengembangkan sisi kepekaan intuisi dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan penduduk lokal yang umumnya ramah. Sebagai tambahan informasi, waktu tempuh rata-rata yang penulis butuhkan dari tiga kali perjalanan adalah dua jam.
4. Candi Sukuh
Tulisan-tulisan yang telah dimuat dalam berbagai media rata-rata menyiratkan ketertarikan penulisnya terjadap keunikan Candi Sukuh dalam aspek bentuk bangunannya, tata letaknya, relief-reliefnya, dan bahkan mitos yang dikenal oleh masyarakat di sekitarnya. Salah satu keunikan Candi Sukuh yang populer adalah keberadaan simbol-simbol yang berkonotasi erotis atau porno, yang digambarkan dalam bentuk relief dan arca di Situs Candi Sukuh. Simbol-simbol yang dimaksud dan masih dapat diamati di sana antara lain berbentuk relief di lantai gapura masuk ke kompleks candi, yang menggambarkan phallus dan vagina dalam posisi berhadapan, dan penggambaran alat kelamin pria secara naturalis pada sebuah arca.
Pada masa lampau, kemungkinan hal tersebut justru merupakan simbol-simbol yang bernilai religius, yang merepresentasikan budaya dan pemahaman tentang jatidiri masyarakat masa lampau yang mendirikan dan menggunakan Candi Sukuh. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan terhadap makna dan fungsi simbol-simbol erotis di Candi Sukuh, pada umumnya menghasilkan hipotesis yang berhubungan dengan upaya masyarakat pendukungnya untuk menghadirkan simbol-simbol kesuburan dan penciptaan.
Bentuk bangunan Candi Sukuh yang berbeda dengan bentuk candi pada umumnya. Candi Sukuh berbentuk prisma segitiga yang ujungnya terpotong. Beberapa arkeolog peneliti berpendapat bahwa bentuk bangunan tersebut mengacu pada bentuk bangunan Punden Berundak, yaitu salah satu produk budaya bendawi pada masa prasejarah di Nusantara, zaman sebelum pengaruh Hindu, Buddha, dan Islam masuk ke Nusantara.
Bagi wisatawan yang tertarik untuk menelusuri mitologi yang menjadi inspirasi digunakannya burung garuda sebagai lambang negara kita, dapat memulainya di Candi Sukuh ini pula. Hal itu tidak lepas dari keberadaan arca-arca dan relief yang menggambarkan para tokoh dan adegan yang pada intinya merepresentasikan fenomena pembebasan, kelahiran kembali, dan penyucian.
Singkat kata, bila kita mengunjungi Candi Sukuh, tidak hanya kekaguman yang akan kita rasakan. Misteri dan kisah Candi Sukuh yang sekaan tak pernah habis untuk ditelusuri dan dikaji, merupakan tantangan untuk menyerap ide-ide masyarakat pendukung Candi Sukuh yang direpresentasikan melalui karya-karyanya.
Kunjungan ke Candi Sukuh memang tidak dapat menghasilkan keuntungan materi, tetapi hikmah yang dapat diperoleh tidak akan dapat dinilai harganya, minimal kita akan menjadi sadar dan bangga terhadap jatidiri kita sebagi keturunan dari nenek moyang yang dalam peradabannya telah mengenal simbol-simbol yang penuh makna, nilai, dan arti, yang mestinya keberadaannya dilandasi oleh tingginya kemampuan berpikir dan beradaptasi dalam mencari keselarasan dengan alam.
Selamat berekreasi, bertualang, dan belajar.
No comments:
Post a Comment